Skip to main content

Belajar Tumbuh Bersama Novel ‘Manusia dan Badainya’


Sebagian besar kita tumbuh bersama luka. Mengapa? Karena inilah kehidupan, bersama luka kita tahu cara menghargai, bersama luka mungkin kita tidak akan egois lagi dengan diri sendiri, bersama luka juga kita tahu arti pengorbanan yang sesungguhnya.

Begitulah hidup, sedikit terdengar kejam, namun harus tetap kita dijalani. Luka yang datang tanpa kita jemput dan pergi perlu kita paksa ini takayal menggerogoti detik demi detik dan momen demi momen untuk sesuatu yang kita harap, yaitu bebas. Melalui salah satu novel healing berjudul Manusia dan Badainya karya Syahid Muhammad kita akan dibawa menelusuri perjalanan panjang menuju kata ‘pulih’.

Manusia dan Badainya, bagiku, buku yang terlalu kejam. Penderitaan para tokoh dimainkan bak realistik. Membuatku berpikir kerapuhan, kehilangan arah, dan tentunya luka dalam diri mereka adalah kemalangan yang perlu bantuan. Penulis sangat apik menggambarkan bagaimana luka-luka itu tumbuh, mencari penopang sebagai sandaran, membersamai orang-orang dengan luka yang sama untuk saling mengerti dan ikut campur.

Berkisah tentang perjalanan seorang pemuda dewasa bernama Danu, pemilik kisah hidup yang menurutku rumit dan sulit, yang sedang belajar berdamai dengan diri sendiri. Ditemani Pang, sahabatnya dari kecil dan Nata sahabat barunya yang dibawa Pang dari tempat kencan buta, seperti konsep sahabat kebanyakan mereka selalu bersama dalam keadaan suka maupun duka.

Hal yang menjadi catatan dalam buku ini adalah kita harus berani tumbuh dari luka-luka yang memenjarakan jiwa kita. Tidak ada luka pada lubang yang sama, begitu kata Danu. Kita hanya perlu berani mengambil keputusan meski belum tahu bagaimana hasilnya, tapi patut kita coba. Salah satu cara untuk menghormati diri kita dan orang-orang di sekitar kita, ya, dengan memberikan kesempatan pada diri ini untuk tumbuh sesuai dengan harapannya. Seperti apa? Jangan mengekangnya hanya karena orang lain mengharapkan kita sebagai versi mereka.

Manusia yang tumbuh dengan badai dalam dirinya selalu perlu suatu gertakan atau bahkan beberapa gertakan untuk sadar ternyata yang diperlukan dalam proses ‘pulih’ adalah dengan mencintai diri sendiri, caranya dengan menerima diri kita seutuhnya. Layak tidak layaknya dirimu di dunia ini tergantung pada diri yang membuat kata ‘layak’ itu. Yang pada intinya kita yang harus memilih kelayakan itu agar kata ‘pulih’ bukan sekadar harapan melainkan bisa menjadi kenyataan.

Satu kalimat yang aku suka dari novel Manusia dan Badainya, begini kata Danu, “Karena semesta mengirim ketidakpastian, kejutan demi kejutan, untuk memberitahu bahwa ada kekuatan dalam diriku yang selama ini tidak pernah aku sadari. Kemampuan mengendalikan diri dan berdiri di atas keputusanku sendiri menghadapi apa pun yang akan hadir”.

Untuk kalian yang masih berjuang dalam kata luka, semoga suatu saat kata ‘pulih’ akan datang sebagai ganti.

Buku novel Manusia dan Badainya bisa menjadi salah satu buku healing untuk kalian baca jika ingin sama-sama menuju kata ‘pulih’.

Terima kasih telah membaca catatanku, sampai jumpa dicatatanku selanjutnya.

 

Comments

Popular posts from this blog

Ketika Hukum dan Kekuasaan Bisa Dibeli: ‘Teruslah Bodoh Jangan Pintar’

Judul Buku : Teruslah Bodoh Jangan Pintar Penulis : Tere Liye Penerbit : Sabakgrip Tahun Terbit : Februari 2024 Tebal : 371. hlm Karya terbaru dari Darwis atau dikenal dengan nama pena Tere Liye kembali membuat saya terbawa suasana usai membaca buku berjudul ‘Teruslah Bodoh Jangan Pintar’ yang terbit Februari lalu. Sebenarnya sepanjang saya menghabiskan buku ini banyak rasa sesak dan prihatin dengan cerita yang disajikan dalam novel bergenre fiksi kriminal ini karena begitu dekat dan berani. Buku ini menarik perhatian saya usai comedian Ernest Prakasa membagikan ulasannya terkait buku Teruslah Bodoh Jangan Pintar dalam postingannya di Instagram. Yang menarik disampaikan bahwa buku ini mengandung alur yang sangat dekat dengan masyarakat Indonesia, atau mungkin bisa dibilang mewakili suara masyarakat? Haha entahlah, namun buku ini hanya novel fiksi kata Tere Liye. Teruslah Bodoh Jangan Pintar memiliki alur maju mundur yang berkisah soal kejadian sidang konsesi di ruangan 3x6 meter. Adu a...

Sehari di Museum Pos Indonesia

Tampak Depan Museum Pos Indonesia