
Sudah ribuan
tahun lalu media jurnalistik hadir. Melalui berbagai perkembangan teknologi
yang diciptakan manusia kini hadir berbagai jenis media jurnalistik. Mulai dari
media elektronik seperti radio dan televisi, kemudian media cetak seperti
koran, majalah dan tabloid, dan kini hadir media baru yang menyuguhkan
teknologi yang lebih modern, yaitu media online.
Setiap media
tentunya memiliki fungsinya masing-masing dan memiliki sistem kerjanya
masing-masing. Perlu diketahui bahwa media jurnalistik yang memiliki tugas
memproses peristiwa hingga layak dikonsumsi oleh masyarakat tidak terlepas dari
pengerangkaan (framing). Media jurnalistik yang pada dasarnya dibuat
oleh suatu kelompok pasti memiliki tujuannya tersendiri. Meski ending-nya
adalah sama-sama menghasilkan produk jurnalistik, tapi pengerangkaan mereka
terhadap suatu peristiwa diyakini berbeda.
Pengerangkaan
dalam media dibagi menjadi dua bagian, yaitu framing jurnalistik dan framing
media. Dapat dibedakan dari dua pengrangkaan tersebut bahwa framing jurnaliatik
itu ialah pengerangkaan suatu peristiwa yang dibuat oleh hasil pemikiran dari
wartawannya di dasarkan dari latar belakang pendidikan dan pengalamannya.
Sedangkan framing media adalah ideologi yang dibawa oleh medianya kemudian
diterapkan oleh wartawan ke dalam tulisannya.
Apa
keuntungan media membuat framing?
Adanya
pengerangkaan dibuat untuk proses identitas media. Dengan framing kita bisa
mengetahui kemana arah media itu berjalan. Karena setiap media memiliki cara
pandangnya tersendiri dalam melihat fakta di lapangan. Kerangka framing dapat
kita lihat dari headline berita, isi berita, teknik penulisannya dan cara
bagaimana jurnalis menekankan suatu fakta di dalam tulisannya.
Saya kira
setiap orang pasti merasakan perbedaannya ketika membaca atau menonton berita. Taruhlah kita menemukan berita
terkait Covid-19. Pada berita di Kompas.com disana tertera judul “Istana
Bantah Dugaan Pemerintah Sembunyikan Kasus Penularan Virus Corona Di Indonesia”,
sedangkan pada kanal berita lain di Tribunnews.com ada judul berita “Mengapa
WN Jepang yang Tularkan Virus Corona Tak Terdeteksi Pemeriksaan Kesehatan? Ini
Kata Menkes”, dari dua judul tersebut kita bisa merasakan perbedaan yang
signifikan. Dimana, pada judul di Kompas.com kita temukan pengerangkaan yang
cenderung pro terhadap pemerintah kita. Namun, di Tribunnews.com lebih
cenderung menyudutkan dan menyalahkan cara kerja pemerintah.
Keuntungan
media membat framing tentu tidak terlepas dari cara media memancing
ketertarikan khalayak agar terus membaca berita di medianya. Mungkin kalian
sering melihat berita yang selalu menyuguhkan tema-tema kontroversial atau
berita-berita yang hanya menyuguhkan SCC (Sex, Conflict dan Crime).
Tipologi pers yang seperti itu di latar belakangi oleh ideologi yang mereka
bawa dan didukung dengan framing berita yang mereka suguhkan.
Framing:
Tampilan Sebuah Negara
Media massa
disebut sebagai the fourth estate karena memiliki pengaruh yang besar. Adanya
media massa menjadi identitas baru suatu negara, karenanya sebuah bangsa
membutuhkan media untuk membuat album kebangsaannya. Tentunya, media memiliki
kekuasaan dalam mengemas album kebangsaat tersebut. Masuknya berbagai budaya
lain, politik dan ekonomi, tidak terlepas bagaimana media memberitakan
informasi tersebut. Disini terjadi imitation culture, politic, habitate and
etc yang dibawa oleh media.
Pengerangkaan
yang dilakukan oleh media memberikan pengaruh terhadap bangsa yang menerimanya,
medorong berbagai bangunan bangsa di tengah memodernisasikan diri dalam
strukturalisasi kulturnya dalam kehidupan berbangsa.
Warna media dalam judul berita di atas membingkai bahwa kondisi kebangsaan kita saat ini sedang rapuh. Media menggambarkan pemandangan yang cukup memberi dampak kontra bagi sebagian masyarakat. Rasa tidak bersalah yang ditunjukkan oleh ketua KPK yang tidak memenuhi panggilan Komnas HAM menjadi kekesalan tersendiri bagi khalayak yang mengikuti pemberitaan terkait kasus TWK KPK. Mungkin kekecewaan juga ikut hadir menyelimuti. Sudut pandang media bermain mengolah peristiwa kebangsaan itu dan menjadikannya identitas kebangsaan melalui proses komunikasi antara khalayak dan penyampai pesan.
Lalu, bagaimana pendapat kalian?
Comments
Post a Comment